Saturday, September 17, 2011

Saptoadi Nugroho: Impian Tujuh Bintang

Foto: Dok Pri
Teks Doddi Ahmad Fauji

Cover Arti edisi kali ini memajang 20 karya seni rupa terseleksi hasil kompetisi yang diselenggarakan Tujuh Bintang Art Award 2009. Alasan dasar pemuatan ini adalah untuk menghargai mimpi-mimpi dan harapan pengelola Tujuh Bintang Art Space. Galeri ini baru berdiri pada 17 Agustus 2008, namun mampu menyelenggarakan 14 kali pameran dan satu kali kompetisi. Bahkan, segera akan mendirikan balai lelang di Singapura.

Setelah berbincang-bincang dengan Saptoadi Nugroho, pendiri Tujuh Bintang, dapat ditangkap bahwa agrestivitas dan produktivitasnya itu digerakkan oleh mimpi yang menggunung dan dendam yang berkobar. Untuk mengetahui lebih jauh hal tersebut, berikut petikan wawancara dengan Saptoadi Nugroho.

Anda seniman, sekaligus pemilik dan pengelola galeri, bagaimana Anda menghindari conflict of interest dari dua kepentingan tersebut?

Mudah sekali membedakannya. Kalau saya berdiri sebagai seniman, itu kan memang sepertinya jiwa yang saya rasakan itu seolah olah saya itu mempunyari darah seniman. Dan kalau saya sebagai pemilik dan pengelola galeri, saya mempercayakan kepada kurator untuk menentukan dan memikirkan konsep dan tema pamerannya.

Mengapa mendirikan Tujuh Bintang, apa Anda tidak puas menjadi seniman?

Saya mendirikan Tujuh Bintang memang saya suka seni, terutama seni lukis dan patung. Sekitar 15 tahun saya telah bergerak di dunia advertising, memang ini agak beda, hanya kalau kita tarik benang merah masih ada kaintannya. Semua based on creativity, semua tentang dunia ide dan dunia eksekusi.

Walau masih muda, Tujuh Bintang begitu produktif, pasti ada alasan mendasar, kenapa?

Dasarnya ya sederhana saja, begitu banyak para perupa yang membutuhkan ruang untuk menampilkan karya baru mereka. Dan saya memang suka melihat karya-karya yang baru. Saya amat sangat puas bila bisa menemukan karya yang menurut ukuran saya, benar-benar menarik. Baik itu idenya maupun teknis yang memadai.

Dengar-dengar nih, ada yang mem-back up Tujuh Bintang, apa itu dari Jakarta?

Sama sekali tidak. Saya mendirikan Tujuh Bintang dengan jerih payah sendiri, tidak ada satu orang lain pun yang mem-back up saya. Memang hingga saat ini ada beberapa orang yang datang ke Tujuh Bintang Art Space, menanyakan hal yang serupa. Tapi ya biarlah orang lain mau ngomong apa. Saya nggak ambil pusing. Masih banyak hal positif yang bisa saya kerjakan.

Sekarang Tujuh Bintang membuat award, bisa Anda jelaskan alasan filosofisnya?

Dasar pemikiran saya cukup sederhana. Saya ingin mendapatkan bibitbibit perupa baru dan andal berdasarkan pilihan dewan juri. Dari situ saya bisa membuat agenda pameran ke depan dengan menampilkan perupa-perupa hasil saringan yang amat sangat ketat.

Bagaimana respons publik?

Antusiasnya cukup besar. Ada 736 proposal yang masuk. Padahal kompetisi ini untuk maksimal usia 35 tahun. Mungkin kalau tanpa batasan usia, bisa lebih banyak lagi.

Anda juga tiba-tiba berani mendirikan balai lelang di Singapura, mengapa?

Ya sebenarnya ini joint dengan mitra saya yang di Singapura. Memang kesannya tiba-tiba, tapi sebenarnya tidak juga. Saya menyusun rencananya cukup lama. Sekitar setahun yang lalu saya sudah berencana membuka balai lelang. Tapi itu masih dalam wacana. Begitu saya ketemu mitra yang saya anggap sebanding dengan saya, ya saya lakukan saja. Siapa tahu dari hal tersebut saya bisa membawa perupa Indonesia untuk berpameran di Singapura dan negara lainnya.

Cita-cita Anda di bidang seni rupa, mau apa?

Saya hanya ingin menjadi orang yang baik. Dan itu masih saya cari sampai sekarang. Saya ingin berguna bagi banyak orang. Mengenai cita-cita di bidang seni rupa, ya tentunya saya ingin perupa muda Indonesia lebih banyak dikenal di luar negeri. Meskipun hal tersebut sudah dilakukan oleh para pendahulu saya. Saya hanya melengkapi dengan agenda-agenda yang lain. Mungkin tidak terlalu signifikan dengan apa yang saya perbuat. Saya cinta Indonesia, dan saya cinta Seniman Indonesia.

Adapun 20 karya yang menjadi cover Arti, yang merupakan hasil seleksi para dewan juri pada Tujuh Bintang Art Award 2009, semuanya mengusung tema `THE DREAM’ The Power of Dream. Mengapa temanya mimpi, karena menurut Saptoadi, inspirasi terbesar seorang genius adalah letupan-letupan mimpi yang sanggup mengubah dunia. Bagaimana seseorang bertahan dan melangsungkan visi hidup tanpa bertumpu pada kekuatan impian? ***

No comments:

Post a Comment

tulisan yang nyambung