Tuesday, July 5, 2011

Biantoro Santoso: Karakter Galeri Sesuai Selera Pemiliknya



Ada tiga wilayah kerja dalam bidang seni rupa yang sama pentingnya, yaitu wilyah kreasi, mediasi, dan apresiasi. Bidang kreasi menjadi tugas seniman. Bidang mediasi menjadi tugas galeri, museum, kurator, kritikus, promotor, wartawan. Wilayah apresiasi sebagai muara terakhir, menjadi tugas masyrakat, pemerintah, dan kolektor.

Pada perbincangan edisi 29 dengan Farah Wardani, ia menyampaikan telisik bahwa urusan mediasi seni rupa nyaris 70 persen berkait dengan uang. Padahal dalam atmosfer kesenian, apapun alirannya, terdapat nilai filosofis atau nilai ideal yang musti kita resepsi. Berarti peran mediator seperti galeri belum optimal dalam membangun silaturahmi nilai estetik yang resiprokal antara seniman dengan masyarakatnya.

Pada perbincangan kali ini dengan Biantoro Santoso selaku pemilik dan pengelola Nadi Gallery, disinggung bagaimana sikap Biantoro dalam menjalankan peran mediasinya. Seperti apa sikapnya, karakter galerinya, dan pandangan-pandangan lainnya disampaikan kepada Doddi Ahmad Fauji dari Koktail, berikut petikannya.


Tidak semua orang tahu latar belakang Anda bersinggungan dengan seni rupa, bisa diceritakan?
Saya beruntung semenjak kecil (TK) punya sahabat yang ayahnya seorang kolektor. Sering sekali saya bermain di rumahnya, dan terbiasa melihat banyak lukisan yang terpasang di hampir seluruh dinding rumahnya. Ada lukisan Affandi, Sudjojono, Trubus, Gambiranom, Nasjah Djamin, Hendra Gunawan, Kartika, dll. Beberapa kali saya bertemu (atau lebih tepatnya melihat) Affandi di rumah itu. Saya juga berkesempatan melihat beberapa buku seni rupa, di antaranya Buku koleksi Soekarno.
Saya mulai memiliki/mengoleksi karya semenjak kuliah di Bandung –2 karya grafis Agus Suwage menjadi koleksi pertama saya– saat itu dia masih kuliah di ITB (karya tersebut hingga saat ini masih saya simpan).
Saat saya menikah, koleksi bertambah satu lagi (kado dari Agus Suwage). Sejak saat itu, keinginan untuk mengoleksi bertambah kuat. Tabungan saya selalu habis untuk belanja lukisan, ha..ha..ha.. Saya mulai cukup banyak berkenalan dengan seniman, di antaranya Sutjipto Adi, Tisna Sanjaya, Irawan Karseno, Arahmaiani, Eddie Hara, Heri Dono, Mella, Nindityo, Faizal, dll. Hampir setiap bulan koleksi selalu bertambah beberapa karya.

Lalu Nadi Gallery, bagaimana kisahnya ditubuhkan?
Ada beberapa hal yang menyebabkan Nadi ada, di antaranya:
• Nadi ada karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Perusahaan yang saya dirikan bersama teman-teman sangat terpukul dengan kondisi itu. Kesibukan di kantor nenjadi sangat berkurang, untuk mengisi kesibukan dan mengurangi stress dengan kondisi yang ada, waktu di lingkungan seni rupa menjadi lebih banyak.
• Teman-teman mendorong saya untuk membuka galeri, karena menurut mereka saya memiliki kemampuan untuk itu.
• Sekitar akhir tahun 1999 saya bertemu dengan Alm. I GAK Murniasah di studionya, di Ubud, Bali. Saat itu ada sekitar 600 karya yang menurut saya sangat bagus tetapi tidak banyak galeri yang bersedia memamerkan. Saat itu saya membeli beberapa karya dan spontan saya janjikan untuk membuat pameran tunggalnya, walaupun saat itu Nadi belum ada. Janji itu yang memicu saya untuk harus segera membuat galeri.

Setelah memastikan untuk membuka galeri, untuk acara pembukaan saya minta Heri Dono untuk mau berpameran tunggal, dan dibuka oleh Romo Sindhunata. Untuk persiapannya saya banyak dibantu oleh Hendro Wiyanto, dari mencari nama galeri, menyusun program dan yang lain kita diskusikan berdua.

Visi, misi, dan prinsipnya?
Biantoro menyampaikan jawaban pertanyaan ini dengan mengutip tulisan kurator Hendro Wiyanto tentang Nadi Gallery.
Nadi Gallery adalah galeri seni rupa di Jakarta yang didirikan secara resmi pada 15 September 2000. Bersamaan dengan itu, dibuka pameran tunggal lukisan yang menampilkan karya-karya perupa terkemuka Heri Dono.
'Nadi' berarti batang aorta, yang dapat membawa kita kepada imajinasi tentang hadirnya suatu tanda berupa "denyut". Tanpa denyut, maka nadi tidak lagi menjadi sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Seperti namanya, maka program-program yang utama dari galeri berupa pameran berhasrat menampilkan denyut perkembangan seni rupa mutakhir di Indonesia yang berlangsung dari saat ke saat.
Semua pameran yang diadakan di Nadi Gallery selalu direncanakan bersama-sama dengan seorang kurator tamu maupun kurator independent, dan dijadwalkan sedikitnya enam kali dalam setahun.
Pameran di Nadi Gallery dihasratkan mengedepankan karya-karya seni dari perupa –perupa Indonesia maupun mancanegara dengan pencapaian yang bermutu, unik dan menunjukkan pengucapan baru.
Selain menampilkan strategi-strategi yang bermakna dan apresiatif, pameran-pameran seni rupa di Nadi Gallery juga mempertimbangkan dengan hati-hati aspek-aspek komersial dari karya-karya yang dipamerkan. Maka selain mendorong perkembangan dan memberi tempat bagi para perupa untuk menghadirkan karya seni rupa yang bermutu, para kolektor juga diundang untuk menikmati dan membeli karya-karya seni tersebut.
Dalam lingkup yang lebih luas, tidak kalah pentingnya adalah menggiatkan peran dari Nadi Gallery sebagai fasilitator dalam program-program seni untuk mengadakan diskusi dengan para perupa, kritikus seni, kurator dan kolektor, mengadakan lokakarya, menerbitkan buku-buku seni dan merencanakan program-program yang berhubungan dengan pelbagai kemungkinan seni rupa itu sendiri.
Nadi Gallery selalu membuka diri untuk berdialog dan bekerja sama dengan pelbagai kalangan, baik pribadi maupun institusi, dari manapun mereka berasal.
Sejalan dengan itu, Nadi Gallery berhasrat untuk menempatkan diri sebagai suatu 'denyut' yang bermakna dalam lalu-lintas ekspresi-ekspresi seni rupa yang pluralistik di Indonesia.

Nadi Gallery dan Biantoro Santoso ini sangat terkenal, sampai-sampai ada yang memelesetkan Galeri Nasional jadi Galeri Nadional dan Bentara Budaya jadi Biantoro Budaya. Komentar Anda?Ha…ha…ha… Saya tidak tahu harus menjawab bagaimana. Plesetannya Yogya banget. Namanya juga plesetan, ya jangan dianggap serius lah…, buat guyon aja.

Ada juga yang bilang, kalau mau terkenal pameranlah di Galeri Nasional, tapi siap-siaplah tidak laku. Kalau mau laku, pameranlah di Nadi Gallery, bagaimana ini?
Amin….Kalau pameran di Nadi laku berarti karya seniman yang dipamerkan ok punya, ha…ha…ha… Yang membuat laku bukan "Nadinya" tetapi "karyanya". Tidak semua pameran di Nadi sukses dalam penjualan, ada juga yang kurang sukses. Saya yakin di semua galeri sama juga.
Di Negara manapun tempat yang paling bergengsi untuk berpameran ya di Galeri Nasional. Sehingga banyak seniman yang berharap bisa berpameran di Galeri Nasional, di negara manapun.

Bagaimana cara Anda mengelola galeri, dan teknik pemasarannya?
Dikelola oleh saya dan Meli (istri). Hubungan antara saya, seniman dan kolektor menjadi seperti teman. Nadi selalu mengirim undangan pameran (via pos, email, dan SMS). Sebenarnya pemasarannya masih sangat sederhana, dari teman ke teman saja. Ada juga yang di-referensi oleh galeri lain baik di Indonesia ataupun di luar.

Kendala apa yang paling berat dalam mengelola galeri?
Kendala yang utama adalah "Waktu"
• Tidak seperti kantor pada umumnya yang punya jam kantor, waktunya ndak ketentuan.
• Belum bisa menyusun jadwal pameran selama setahun penuh secara pasti, banyak bongkar pasang di tengah jalan. Pameran yang sudah direncanakan tidak siap, hingga harus merubah rencana.
• Di luar pameran, kepastian waktu kapan bisa mendapatkan karya dari seniman juga cukup sulit.

Selain mengelola galeri, Anda masih mencipta arsitektur?
Hampir 100% waktu kerja saya untuk ngurus galeri. Ya masih bantu nge-design dikit-dikit di kantor, itupun kalau pekerjaaan di galeri sedang tidak terlalu sibuk. Kadang muncul juga keinginan untuk ngarsitek, dan kalau keinginan itu muncul, ya saya akan datang ke studio di kantor.

Boleh buka dapur kan. Dari mana dana operasional Nadi Gallery?
Awalnya selain dari dana sendiri, saya merasa sangat dibantu oleh teman-teman di kantor, seperti misalnya selama hampir lima tahun semenjak berdiri Nadi dapat pinjaman tempat yang digunakan untuk galeri. Disamping itu, bisa menggunakan fasilitas yang ada.
Juga dari subsidi silang, keuntungan sebuah pameran untuk menutup kerugian pameran yang lain. Kalau sampai nombok, ya dari kantong sendiri, ha…ha…ha… Saya berusaha Nadi agar bisa menghidupi diri sendiri dan juga keluarga saya. Saat ini hampir 100% waktu kerja saya dan istri untuk ngurus Nadi.

Apakah Anda “membina” seniman supaya men-supply karya ke galeri Anda?
Wah serem amat istilahnya, “membina”. Hebat juga kalau ada galeri yang bisa jadi pembina. Nadi tidak membina, kalau bekerjasama ya. Saya ingin kedudukan galeri dan seniman itu setara. Istilah dibina menurut saya menjadikan kedudukan itu tidak setara lagi. Yang membina tentunya lebih tinggi daripada yang dibina. Jadi saya tidak ada keinginan membina seniman.

Apakah Nadi Gallery terbuka untuk pameran semua aliran seni rupa, misalnya karya seniman dari Jelekong, atau memamerkan kriya?
Saya kira tidak mungkin untuk bisa menampung semua aliran, dan saya juga tidak berminat untuk melakukan hal itu. Ntar galerinya jadi ndak asyik lagi.

Mengapa?
Galeri sebaiknya punya karakter, itu yang akan membedakan antara galeri yang satu dengan yang lain. Karakter itu muncul karena selera pemiliknya. Saya katakan pemilik karena sebagian besar galeri adalah milik perseorangan dan pemilik masih terlibat dalam pengelolaan. Sifat Galeri ada persamaan dengan "boutique" bukan "supermarket atau department store". Kalau harus menampung semuanya, ya tidak akan menjadi lebih baik.

Sikap Anda terhadap kategorisasi high art dan low art?
Saya belum jelas tentang kategorisasi itu. Apa batasan dan syaratnya, hingga bisa masuk kategori high-art atau low-art. Mungkin ada hubungan dengan tingkat pendidikan atau intelektualitas.
Saya lebih sering menggunakan istilah "selera" dalam peng-ketegori-an. Saya tidak setuju anggapan bahwa Seni kontemporer lebih tinggi dari yang lain. Hanya lain selera saja, seperti halnya makanan. "Gudeg" tidak lebih rendah dari "Steak".

Sekarang lagi booming seni lukis, sikap Anda?
Dinikmati saja, ha…ha…ha… Sikap saya biasa saja. Nadi tetap konsisten membuat pameran seperti tahun-tahun sebelumnya.
Fenomena booming saat ini berbeda dengan booming beberapa tahun yang lalu, karena yang sekarang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi lebih luas. Banyak pembeli asing yang membeli karya seniman Indonesia. Kondisi ini ada baiknya juga, perhatian dari luar terhadap seniman Indonesia sedang bagus, kesempatan untuk ke pasar internasional terbuka lebar.

Fenomena booming turut dipicu oleh balai lelang. Pandangan Anda terhadap lelang?
Peran balai lelang dalam pasar seni rupa saat ini cukup besar. Dari sebaran promosi, informasi, katalognya saja, jauh lebih besar daripada pameran-pameran seni rupa. Hal itu menyebabkan tidak sedikit orang menjadikan balai lelang sebagai acuan. Mereka menganggap, seniman sudah hebat kalau karyanya sudah masuk balai lelang A, B, C…. Seniman sudah hebat, atau masuk papan atas karena sudah terjual dengan harga tinggi di lelang A, B, C …. Di mata mereka, hal itu lebih penting daripada reputasi seniman yang dibangun dengan mengikuti acara atau pameran penting. Saya sangat khawatir dengan kondisi ini. Seniman harus bisa menjaga keseimbangan antara harga yang tercipta di pasar dengan reputasi di wacana. Semakin besar jaraknya, semakin riskan kondisinya, kemungkinan untuk jatuh sangat besar.
Kondisi seperti saat ini harus diterima, terserah bagaimana kita menyikapinya. Saya rasa tidak benar juga menyalahkan kondisi ini ke balai lelang. Setahu saya, balai lelang tidak harus bertanggung jawab terhadap perkembangan seni rupa, tetapi harus bertanggung jawab kepada pemegang sahamnya, yaitu dengan mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Saya hanya berharap balai lelang tidak melelang karya-karya baru (dibawah 2 atau 3 tahun), dan lebih ketat dalam seleksi karya dan seniman siapa saja yang sudah layak untuk dilelang. Misalnya janganlah menyatukan karya Affandi dengan karya seniman yang reputasinya belum jelas dalam satu lelang.

Mengenai Galeri Nasional, apa yang kurang dan harus dikembangkan di sana?
Kekurangan sih selalu ada, tetapi saya melihat ada usaha menjadi lebih baik. Pengelola Galeri Nasional harus sadar bahwa nama Galeri Nasional sangat terpandang di dunia seni rupa. Jadi bolehlah sedikit "sombong" dalam menyeleksi atau menyusun agenda acara, hingga semua acara yang diadakan di Galeri Nasional bisa OK.

Aktivitas asosiasi galeri swasta, apa saja yang sudah diprogramkan akan dikerjakan dalam waktu dekat?
Belum ada program.

Tentang para kurator pameran, mereka sudah professional?
Kita memang dididik untuk menjadi tidak profesional, ha…ha…ha… termasuk saya. Banyak kurator yang sudah bekerja dengan baik, tetapi saya tidak tahu apakah itu sudah bisa dikatakan profesional atau belum. Pertanyaannya jangan susah-susah dong…..!!!

Kritik seni rupa di media massa, apakah sudah memadai atau baru tingkat promosi dan advertensi? Kritik yang ideal menurut Anda seperti apa?
Minimal seperti Sanento (idealnya lho).

Adakah usaha nadi gallery dalam membangun daya apresiasi marayakat terhadap seni rupa?
Apresiasi masyarakat terhadap seni rupa harus dibangun dari oleh banyak pihak dan harus dimulai semenjak kecil. Kalau itu sulit tercapai dari pendidikan di sekolah, sebaiknya ya diusahakan dari luar sekolah atau keluarga. Beberapa kali Nadi menerima rombongan siswa dari beberapa sekolah, dan saya selalu berusaha bisa memberikan suatu yang lebih dengan berusaha agar seniman yang sedang berpameran dan kurator pameran dapat hadir saat itu, hingga ada diskusi yang cukup menarik.
Minimal Nadi secara rutin membuat acara pameran. Hampir setiap pameran selalu bekerja sama dengan kurator dan membuat katalog dengan cukup serius. Saya berharap dengan itu dapat berarti dalam dunia senirupa.

Fenomena apa yang sedang terjadi dalam seni rupa kita?
Seni rupa terdiri dari banyak bagian. Saat ini yang meriah hanya bagian seni lukis, sedangkan bagian yang lain biasa saja. Seni rupa secara keseluruhan tetap menunjukkan peningkatan. Janganlah yang terjadi di seni lukis dianggap mewakili seni rupa secara keseluruhan. Mungkin suatu saat ada kelesuan di seni lukis tetapi di bagian senirupa yang lain meningkat cukup tajam.

Barangkali Anda punya prediksi, akan seperti apa aktivitas seni rupa ke depan, lesu atau makin meriah?
Saya yakin tidak selamanya aktivitas seni rupa akan selalu meriah, pasti ada pasang surutnya. Akan menjadi ramai, tetapi suatu saat akan sedikit surut (menurun) untuk kemudian ramai lagi, demikian seterusnya. Saya katakan sedikit menurun karena tidak akan menurun sampai titik awal. Katakanlah kita mulai dari 0, akan naik keangka 5, setelah itu akan turun keangka 3 atau 4, kemudian naik lagi keangka 8, demikian seterusnya. Kalau dilihat secara grafik, walau ada naik turunnya tetapi tetap terlihat meningkat.

Omong-omong hoby Anda apa?
Shopping kali ya, ha…ha…ha…

Cita-cita Anda dalam bidang seni rupa?
Aku ingin hidup seribu tahun lagi.

_____________________________________________________

Biantoro Santoso Lahir, Muntilan, 26 Agustus 1960. Menempuh pendidikan di Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung pada 1981 – 1986. Pernah menjadi arsitek pada sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta antara tahun 1987 – 1989. Sejak 1989 hingga sekarang, bersama beberapa teman mendirikan perusahaan kontraktor untuk bidang interior dan furnitur. Dan, pada 15 September 2000, mendirikan Nadi Gallery.

Sejak didirikan hingga 7 April lalu, Nadi Gallery telah melakukan pameran sebanyak 53 kali. Pameran perdana yang menandai pembukaan galeri adalah pameran Humor Rumor (di) Republikanrun karya Heri Dono dengan kurator Hendro Wiyanto, pada 15 September – 1 Oktober 2000. Pameran terakhir, digelar pada 26 maret – 7 April 2008, karya Yusra Martunus dengan juluk "NĂ©cis" dan dikuratori oleh Rizki A Zaelani.

***edisi cetak termuat pada tabloid koktail nomor 30 --> masa edar 17 - 23 april 2008
::-->>: foto oleh doddi ahmad fauji

1 comment:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete

tulisan yang nyambung