Sunday, July 17, 2011

Irvan A No'man: Paradigma Seniman Masa Depan


Perbincangan dengan Irvan A No'man

TEKS DODDI AHMAD FAUJI | FOTO KAFIN NOE’MAN

Konsepsi kesenian sudah bergerak jauh. Pakem-pakem yang pernah diyakini pada era modernisme, kini telah dibongkar. Pelbagai praktik proses kreatif kesenian yang ditabukan di era modernisme, kini mengalami permakluman dengan tingkat permisif yang longgar. Dunia sudah benar-benar memasuki era paska modernisme, membuat pelbagai paradigma bergeser.

Dulu, paradigma kesenian dalam artian seni murni, nampak begitu mulia. Strata kesenian selalu ditempatkan lebih atas dari kriya (kerajinan), desain, fotografi, juga dari artsitektur. Kini semuanya sudah sederajat, dengan sebutan anyar: seni visual (visual art).

Perubahan dan pergeseran paradigma itu tentu ada pangkalnya. Pergeseran itu diawali dengan terjadinya konvergensi dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Konvergensi mengakibatkan keterbukaan cara pandang manusia, yang semula picik menjadi tolerans. Berkat peningkatan sikap toleransi itu, selain melahirkan sikap permisif, juga membuat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang lebih cepat.


Tapi dampak dari kemajuan itu adalah kesenian jadi kehilangan aura. Apalagi ketika teknik berkesenian sudah dapat dipermudah oleh teknologi, bentuk-bentuk kesenian menjadi kehilangan darah. Semua orang sekarang ini bisa dengan mudah menjadi seniman. Untuk menjadi pelukis, tidak perlu lagi ahli menggambar bentuk, tapi sudah bisa digantikan oleh kemampuan mendesain dengan komputer. Hasilnya tinggal di-print digital pada kanvas: jadi sudah lukisan digital printing.

Masihkah kesenian akan bernilai bila semua orang bisa dengan mudah berkarya? Masihkah nanti ada istilah seniman dan bukan seniman, desainer dan bukan desainer, Fotografer dan bukan fotografer?

Staf pengajar Jurusan Desain Universitas Paramadina dan mantan Ketua Jurusan Desain Institut Kesenian Jakarta (pertengah 1990-an), Irvan A. Noe’man, menyampaikan pendapatnya tentang posisi seniman di masa yang akan datang. Berikut petikan perbincangan kali ini.

Kesenian terus-menerus berubah dengan cepat. Bagaimana dengan desain?
Sama dengan kesenian dalam artian seni murni, desain juga mengalami perubahan konsep, praktik, juga sikap manusia (desainer dan user-nya) dalam memandang desain itu sendiri. Perubahan desain malah lebih revolusioner dibandingkan kesenian. Berkat penemuan software dan hardware komputer yang makin canggih, para desainer dapat mengatasi berbagai kesulitan teknis. Pencanggihan teknologi komputer salah satunya memang dirancang untuk mengatasi kesulitan para desainer dalam mewujudkan ide-ide kreatifnya.

Katakanlah, sekarang ini pekerjaan mendesain secara teknis akan lebih mudah. Kemudahan teknis ini kemudian dilirik oleh para pelukis dan para pe-grafis. Kita tahu, sudah lama para pelukis dan grafikus meminjam teknologi desain komputer untuk mengatasi kesulitan teknis dalam berkarya. Lukisan kombinasi antara manual dengan digital technology misalnya, makin merebak karena memang secara teknis lebih mudah dikerjakan daripada melukis secara manual, lagi pula tentu lebih menghemat waktu.

Lalu apa bedanya seni lukis dalam tanda petik, dengan desain?
Kalau dilihat dari hasilnya, beberapa karya desain dan lukisan, akan sulit dibedakan. Perbedaannya terletak pada konsep dan fungsi. Melukis itu masih bersifat sebagai mencipta dan ekspresi individual, sedangkan mendesain bersifat sebagai problem solving yang hasilnya dipersembahkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Secara konsep, lukisan itu masih didudukkan sebagai karya non-pragmatis, sedangkan desain bersifat pragmatis. Lalu dalam apresiasi ekonominya, karya lukis itu masih ditempatkan secara luxurious meskipun dikerjakan dengan teknologi digital, sedangkan karya desain bersifat komersial sekalipun dikerjakan dengan hand made.

Bisa ditarik asumsi, teknologi informasilah yang menjadi penyebab percepatan perubahan itu?
Tentu saja bukan hanya komputer penyebabnya. Penyebab utama adalah perubahan sikap manusia yang cenderung lebih terbuka serta ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman. Zaman dulu, para pemikir atau ilmuan cenderung bersikap memproteksi pemikiran-pemikirannya, merahasiakannya karena takut dicuri oleh orang lain.

Tapi zaman berubah dan terus bertumbuh, membuat sikap manusia juga berubah dan bertumbuh. Manusia tidak lagi merahasiakan ilmunya, justru mulai cenderung ingin berbagi kepada yang lain. Pertukaran ilmu ini yang kemudian mempercepat terjadinya penemuan-penemuan piranti baru. Dalam teknologi informasi dan komunikasi, komputer bisa disebut sebagai awal dari revolusi penemuan peralatan teknologi yang semakin canggih.

Selanjutnya?
Semakin canggih teknologi, lahirlah konvergensi dalam piranti teknologi informasi dan komunikasi, atau menyatunya fungsi telepon, televisi, radio, dengan komputer ke dalam satu benda yang multifungsi. Misalnya, dalam komputer bisa ada telepon dan televisi, dan begitu pula sebaliknya. Konvergensi pada tahap awal, telah memicu lahirnya web 1.0, atau internet generasi satu arah, yaitu komunikasi satu arah melalui email (surat elektronik).

Dengan terciptanya konvergensi teknologi informasi dan komunikasi, manusia jadi semakin sadar, bahwa ilmu pengetahuan itu harus saling ditukar dan dipadukan untuk meningkatkan kemajuan dan peradaban manusia, hingga mental willing to share ini melahirkan kesadaran baru untuk berusaha mengatasi problem-problem umat manusia di berbagai belahan dunia.

Lalu?
Sekali lagi, email adalah perangkat hasil konvergensi itu. Email melahirkan konvergensi lain yang lebih kompleks, sehingga berkembanglah generasi web 2.0, atau komunikasi dua arah, resiprokal, dan interaktif. Aplikasi web 2.0 ini adalah blog, facebook, myspace, multiply, flicker, hi5, dan lain-lain, yang merupakan tempat mempublikasikan ekspresi terbaik manusia dan dilakukan secara terbuka, di mana setiap orang bisa mengakses dengan mudah.

Nah, konvergensi dalam bidang tenologi informasi dan komunikasi itu, dengan cepat berimbas pula ke dalam konvergensi seni rupa dan desain. Konvergensi ini kemudian mempengaruhi sikap dan pola pikir seniman serta desainer, dari picik menjadi tolerans, dari individualistik menjadi komunalistik, dari yang hanya karya ekspresi individual menjadi karya yang dapat dinikmati secara komunal.

Maksudnya?
Kesenian itu nantinya bukan hanya karya estetika, tapi harus mengandung nilai etika. Sebenarnya, hal itu dulu sudah terjadi sebelum era modernisme. Namun di era modernisme yang ditandai dengan lahirnya konsep cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada: Rene Descartes), sikap seniman berubah jadi egosentris. Pada era sebelum modernisme, kesenian itu diabdikan untuk kehidupan atau l’art pour l’homme, tapi pada era modernisme, kesenian diabdikan hanya untuk kesenian atau l’art pour l’art. Ke depan, atau di era konvergensi ini, manusia menyatukan antara seni untuk seni sekaligus untuk kehidupan.

Jadi nantinya, berkesenian bukan hanya melukis tapi langsung menolong sesama manusia, memperhatikan dan menjaga alam. Kesenian batasannya lebur dengan kehidupan. Seni murni dan terapan makin tidak berbatas, sehingga figuranya berubah menjadi kehidupan itu sendiri.

Itu semua terjadi karena toleransi tadi, dan toleransi timbul akibat dari pemahaman bersama terhadap dampak negatif prilaku manusia di dunia ini. Para seniman dan desainer nantinya akan berkarya dengan pemikiran bahwa karya seni itu harus berguna bagi masyarakat.

Di era konvergensi, bagaimana konsep manusia dalam berkarya?
Sikap dalam berkarya juga mengalami perubahan. Dulu, seniman itu membutuhkan kemampuan skill yang tinggi. Sekarang, kemampuan skill tergantikan oleh kemampuan teknologi. Arsitek misalnya, sudah benar-benar dibantu oleh desain komputer. Fotografer dibantu oleh automatic camera dan kelengkapan fitur teknologi yang mengatasi berbagai kesulitan skill. Dulu, untuk menjadi seorang maestro, skill menjadi senjata utama. Sekarang, senjata utama seniman adalah menggarap content (makna dan pesan), toleransi, serta kreativitas.

Sepertinya semua seniman akan menjadi mulia?
Memang begitu, dan content yang paling banyak digeluti seniman adalah yang bermuatan sosial atau yang bermanfaat langsung bagi masyarakat.

Namun ada buruknya, seniman ke depan akan menjadi semakin megalomania yang berkehendak membuat perkampungan ideal, di mana segala sesuatu yang ada di kampung itu, dipertimbangkan secara estetika.

Kalau begitu, apa yang dimaksud estetika menurut Anda?
Estetika adalah kejujuran dan kebenaran dari ekspresi manusia yang diwujudkan ke dalam karya-cipta. Makanya, nanti itu yang dimaksud seniman adalah mereka yang bertanggungjawab kepada masyarakatnya, bukan lagi yang menciptakan karya seni. Pokoknya, seniman masa depan itu adalah yang menciptakan karya dengan citra artistik yang bermanfaat langsung bagi kehidupan manusia. Seniman nantinya bukan hanya membuat harmoni di dalam figura atau panggung yang terbatas, tapi menanamkan harmoni dalam kehidupan manusia dan lingkungannya.

Biodata
Irvan A. Noe'man, Lahir di Bandung pada 1956. Belajar Desain Interior Arsitektur di Institut Teknologi Bandung, dan melanjutkan Program Master of Industrial Design, S2 di Rhode Island School of Design, kota Providence USA, selesai pada 1985.

*Anggota Profesi*
Asosiasi Desain Grafis Indonesia, Asosiasi Desainer Produk Indonesia, Himpunan Desainer Interior Indonesia.

*Pengalaman*
• 1980, Mendirikan Radio KLCBS, radio FM komersial pertama di Indonesia dengan format 100% jazz.
• 1989, mendirikan perusahaan BD+A Design, menghususkan dalam Brand & Corporate Identity, dengan jasa layanan meliputi implementasi multi disiplin desain grafis, desain Produk, House Style, dan e-Media.
• 1995 – 1998, perusahaan BD+A Design ber-afiliasi dengan EURO RSCG Design, perusahaan desain terkemuka dari Perancis.
• 1996, menggagas dan membina FGDforum, suatu forum yang menyebarkan pengetahuan mengenai industri grafika digital. Forum ini dikenal sebagai penyelenggara FGDexpo. Pada penyelenggaraan pameran ke-3, Irvan bertanggung jawab sebagai Ketua Umum FGDexpo2007, pameran industri grafika terbesar di Asia Tenggara.
• Sejak 1999, BD+A memprakarsai Kolaboratif Konsultan Desain, dengan membentuk aliansi konsultan desain dengan 12 negara Asia dan Timur Tengah, the Design Alliance™.
• Pertengahan 1990-an, menjadi Ketua Jurusan Desain di Institut Kesenian Jakarta – Jakarta.
• Saat ini mengajar di Universitas Paramadina jurusan Desain.
• Oktober 2003, menjadi pembicara pada Congress ICOGRADA di Nagoya Jepang dan pada November 2003, memberikan workshop Design di Tung Fang Institute Kaohsiung Taiwan.
• Mulai 2006, menjadi pembina KICK- Kreative Independent Clothing Kommunity, telah menyelenggarakan tiga kali KickFest, festival 400 distro di Bandung.
• Mulai 2008, aktif membina BCCF, Bandung Creative City Forum, melahirkan Bandung city branding, dan menyelenggarakan HelarFest, kegiatan festival dari 31 komunitas kreatif di Bandung, selama 40 hari di berbagai lokasi di kota Bandung.

*Menjadi juri *
• Indonesia Good Design Selection 2004
• British Council Design Entrepreneur Award 2006, 2007
• Automotive Styling and Design Competition 2005 – 2006 – 2007, 2008 di Jakarta,
• Samsung Flat TV Design Competition 2007.

* Penghargaan*
Menerima penghargaan dari:
• Gaikindo
• How Design
• Apple
• IdN
• Citra Pariwara.

1 comment:

tulisan yang nyambung