Thursday, April 14, 2011

Bola-bola untuk Peradaban


Resiko dari permainan agresif adalah sulit dihindarkannya terjadi benturan keras antar-pemain, termasuk benturan dengan kawan sendiri. Dalam Euro 2008 ini, berkali-kali kita saksikan tayangan reply dengan teknik zoom in dan slow motion, para pemin bertubrukan badan atau berbenturan kepala, yang membuat pemain itu harus diperban kepalanya. Saat tanding Ceko melawan Turki misalnya, masing-masing tim dapat jatah satu jatah buruk: kepala pemainnya terpaksa diperban.

Saya melihat, tiada maksud dari para pemain untuk berbuat curang. Namun agresivitas yang begitu bergolak, membuat benturan badan atau kepala kerap terjadi dengan begitu keras. Sedangkan tubuh manusia di mana pun sama, terdiri dari tulang dan daging. Perbenturan itu membuat mereka cidera. Betapa menyedihkan jika setiap usai pertandingan harus selalu ada pemain yang cidera. Lapangan hijau sebagai simbol perdamaian, telah berubah menjadi boxing liar ala gladiator.

Dan akan lebih menyedihkan lagi jika cidera itu terjadi karena kekasaran atau kecurangan pemain. Lebih-lebih menyedihkan lagi jika pemain curang itu ternyata pemain bayaran yang ditugasi oleh mafia (mungkin bandar judi) untuk mencederai pemain brilian.

Agresivitas saat ini terjadi di berbagai elemen kehidupan. Senin (16/6) pagi, salah satu stasiun televisi swasta menayangkan berita agresivitas siswi-siswi SMU di Pati yang tergabung dalam gang... Ternyata pukul-memukul secara brutal kini bukan lagi dominasi siswa lelaki. Agresivitas juga terjadi di bidang seksualitas. Anak-anak SMU membuat film adegan porno, anggota DPR yang harusnya terhormat, juga bikin film cabul. Bupati ... resah mau memeriksa keperawanan anak-anak sekolah di daerahnya. Ini bukti betapa hidup makin agresif, bukan?

Sport mengandalkan pisik. Selama pemain PSSI pisiknya buruk, ya prestasinya akan tetap buruk. Pisik yang kuat membuat jiwa juga kuat. Jiwa yang kuat pasti pantang menyerah seperti pemain Turki yang sudah ketinggalan dua kosong, Begitulah keyakinan orang Yunani terhadap sport, sebagaimana pedoman atletik yang berbunyi mens sana incorpor sano (Mat, koreksi diksinya ya). Ketika bidang lain saja sudah agresif, apalagi bidang sport yang mengandalkan pertarungan tubuh.

Mari kita cermati sepakbola sekarang, semuanya serba-agresif. Karena itu, Italia yang menjadi pelopor kuda-kuda catenezio yang lamban itu, kini mulai meninggalkan jurus itu, sebab sudah banyak jurus lain yang lebih jitu untuk membobol gawang lawan. Bertahan itu memang permainan yang buruk, walau terkadang justru menjadi faktor kemenangan. Dalam sepakbola dikenal rumus, pertahanan terbaik ialah menggempur lawan habis-habisan.
Teori ini menemukan kebenarannya saat Ceko mulai bertahan di babak kedua, dan mereka menjadi kurang agresif dalam menyerang. Akhirnya, Ceko harus menangis. Saya kira, bukan hanya warga Ceko yang menangis, tetapi para pengagum fanatis akan turut menghela nafas kekecewaan.

Saya termasuk masuk sedih ketika Ceko kalah secara dramatis, sebab saya termasuk pengagum bangsa Ceko untuk dua alasan. Pertama, Ceko tidak pernah menjadi bangsa imprealis sebagaimana umumnya bangsa-bangsa Eropa Barat. Kedua, di sana pernah ada seorang seniman, tepatnya seorang dramawan, bernama Paclav Havel yang menjadi inspirasi masyarakat untuk melakukan gerakan moral melawan penguasa yang lalim lagi despotan (mat, cari ya siapa diktator Cekoslovakia di masa itu).

Saya terkesimak oleh sekelumit kalimat yang diberi judul Artikel 217, yang berupa seruan moral kepada diktator Cekoslowakia kala itu, agar membenahi moral kekuasaan. Artikel 217 itu berupa petisi atau traktat yang gamblang dan sangat berani agar sang tiran mundur dari kekuasaan. Artikel itu ditandatangani oleh orang-orang yang menamakan dirinya sebagai pembangkang. Salah satu yang mengaku diri pembangkang itu adalag Paclav Havel, dramawan satu-satunya di dunia yang dipercaya oleh halayak ramai untuk menjadi Presiden Cekoslowakia. Paclav pun menjadi Presiden setelah Revolusi Beludru yang didukung mahasiswa berhasil menumbangkan diktator. Paclav memerintah dan memebenahi tatanan sosial Cekoslowakia. Begitu keadaan sosial dan ekonomi membaik, Havel tidak bersedia didapuk menjadi presiden lagi. Ia mundur tepat waktu, dan membuatnya terhormat.

Ceko adalah contoh sepakbola yang beradab. Mereka tidak terprovokasi oleh Portugal yang brutal setelah ditangani pelatih brutal bernama Scolari. Ceko juga tidak terprovokasi oleh Turki yang mengantongi tiga kartu kuning dan satu kartu merah. Memang Ceko juga mengantungi satu kartu kuning, tapi itu tejadi sebagai konsekuensi logis dari permainan agresif yang membuat tubuh berbenturan. Pelanggaran terjadi bukan karena disengaja. Dan saya bangga melihat pemain Ceko meminta maaf dengan cara mengelus kepala lawan, setelah ia berbuat kesalahan.

Bola memang harus dipersembahkan untuk peradaban dan kebanggaan sebuah bangsa, dan bukan dipersembahkan untuk para bandar judi yang menyelipkan para mafia di lapangan hijau, baik mafianya itu wasit, pemain, hakim garis, bahkan pelatih. Kita masih ingat bukan ketika Juventus harus didegradasi ke klasemen kelas dua setelah terbukti terlibat permainan para mafioso bandar judi?

Mengapa dunia makin agresif? Saya menduga terjadi karena dua faktor dominan. Pertama, pemanasan global membuat darah dan hormon manusia jadi bergolak, sehingga timbul gejolak. Kedua, sedang terjadi degradasi peradaban, sehingga manusia makin lalai melaksanakan nilai-nilai keadaban (norma sosila).

Tetapi saya salut pada Euro tahun ini. Semua bangsa bermain dengan kebanggaan sebagai anak bangsa, dan ingin memberikan yang terbaik untuk bangsanya. Sungguh berbeda dengan Piala Dunia 1996. Sebagai contoh, begitu Brazilia kalah, ternyata Cafu, Ronaldinho, dan lain-lain, langsung pesta mabuk-mabukan sambil ketawa-ketiwi main cewe. Seharusnya mereka menangis sambil merenung, atau mundur dari Timnas Brazilia kalau mereka jantan dan sportif.
Sepak bola memang harus segera dikembalikan pada fitrahnya, yaitu hiburan batin yang estetis, inspiratif, menyejukkan, sejajar dengan pembacaan puisi, gelar teater, konser musik klasik, atau pertunjukan tari balet.

Tulisan ini pernah dimuat di Koran Jurnal Nasiona.

1 comment:

tulisan yang nyambung