Teks Doddi Ahmad Fauji
Letjen Hitoshi Imamura menjawab pertanyaan Bung Karno, bahwa kerberhasilannya menekuk Hindia Belanda dalam waktu secepat-cepatnya, diawali dengan psywar. Pada 8 Maret 1942, petinggi Hindia Belanda, yang militer maupun sipil, dipaksa datang sejak pagi ke lapangan Kalijati.
Ternyata, mereka dipaksa menunggu Imamura hingga berjam-jam. Imamura baru tiba nyaris pukul 18.00. Petinggi Hindia Belanda itu tidak diberi makan, sedang hujan deras sempat turun menggebu, membuat mereka tertekan fisik dan mental. Perut bernyanyi sedang nyali jadi ciut.
Imamura datang diiringi rentetan bunyi petasan yang ukurannya besar-besar. Petasan itu dipasang mengelilingi lapangan. Tidak jauh namun tidak terlihat. Di kesenyapan petang yang muram, suara petasan itu terdengar bagai bom yang menggelegar. Imamura tidak banyak bicara. Ia bertindak efektif.
"Bila Hindia Belanda tidak menyerah, kami tidak akan segan-segan membombardir Bandung," demikian gertak Imamura kepada Letjen Terporten yang menjadi wali Hindia Belanda.
Mendengar ledakan petasan saja, nyali Letjen Terporten yang kelaparan, sudah susut. Ditambah gertakan Imamura, ia benar-benar mengkerut bagai bank yang bangkrut. Esoknya, 9 Maret 1942, Lapangan Kalijati di Subang, Jawa Barat, menjadi saksi bahwa kapitulasi Hindia Belanda terhadap Jepang adalah dimulai perang mental.
Perang atau tanding, adalah urusan komprehensif seluruh ranah manusia, menyangkut wilayah kognitif (rasa), afektif (akal), psikomotorik (fleksibilitas tubuh), juga behavioristik (tabiat dan karakter). Fisik yang tangguh dan jumlah armada memang dibutuhkan.
Kemenangan Serbia atas Jerman, bermula dari selisih jumlah. Serangan Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, juga Portugal, menghadapi kebekuan berhadapan dengan bukan tim unggulan, bisa ditarik garis linier, adalah karena fisik para pemain yang kelewat dikuras dalam laga liga mereka yang begitu padat, belum lagi ditambah Piala Champions dan Euro.
Fisik dan jumlah memang yang utama dalam tiap laga, tapi bukan syarat mutlak untuk memenangkan pertaruhan. Tentara Iskandar Agung dari Yunani, jauh kalah jumlah dari tentara Darius dari Persia. Tapi dalam perang yang amat penting itu, Yunani melibas Persia. Akal Iskandar telah bekerja dengan efektif dan efisien. Taktik dan strategi yang dilancarkan, sudah tepat arah. Tarung yang sesungguhnya memang ada dalam diri, dalam akal dan kalbu. Berikutnya, fisik ikut bicara.
Begitupun, Nabi Muhammad mengeluarkan pernyataan kepada para sahabat usai Perang Badar, bahwa perang paling besar adalah melawan diri sendiri, yakni melawan nafsu dan kebodohan.
Dari sisi kecerdasan mental, spiritual, dan akal, para pemain Jepang memilikinya. Berhadapan dengan Belanda di Tanah Jawa, pada 1942, Jepang memenangkannya. Tetapi sekali lagi, permainan bola membutuhkan kecerdasan seluruh ranah, dan tak bisa ditawar-tawar lagi, bahwa psikomotorik dan behavioristik, juga harus paripurna.
Kekalahan Jepang dari Belanda di Sabtu malam, menegaskan bahwa secara psikomotorik dan behavioristik, pebola Jepang masih membutuhkan waktu dan jam terbang. Kapitulasi yang kedua, belum bisa ditandatangani oleh bangsa Bataveen di hadapan Kaum Jipun.
Kemenangan Brasil hingga lima kali jadi Juara Dunia, juga menjadi pembuktian, betapa secara psikomotorik, para pebola dari Tanah Samba itu amat unggul, dan keunggulan itu lahir dari behavioristik yang konsisten. Adalah di Brasil, tiap hari anak-anak bermain bola, di lapangan sekolah atau di tepi pantai.
Tetapi pada kesempatan ini, pentas belum berakhir, masih terbuka kesempatan untuk Jepang lolos ke babak berikutnya. Secara kalkulasi matematis, Jepang tumbang dari Belanda hanya satu gol, dan Denmark yang akan dihadapi Jepang, bobol dua gol. Secara matematis, Negeri Matahari harus terbit untuk melumat Denmark.
Ditinjau dari sisi inspirasi, juga bukan sesuatu yang mustahil bila Jepang mampu lolos ke babak berikutnya. Para pebola Jepang yang sekarang merumput, adalah anak-anak sekolah dasar yang pastinya menonton manga atau anime Kapten Tsubasa Ozora, yang melanglang buana ke Brasil, lalu melumat Eropa, dan kelak jadi juara.
*** Tulisan ini dikerjakan saat belanda mengalahkan Jepang dengan kedudukan 1-0.
(jurnal nasional, Sun 20 Jun 2010) http://www.jurnalnasional.com/show/newspaper?rubrik=Top%20Soccer&berita=134864&pagecomment=1
Letjen Hitoshi Imamura menjawab pertanyaan Bung Karno, bahwa kerberhasilannya menekuk Hindia Belanda dalam waktu secepat-cepatnya, diawali dengan psywar. Pada 8 Maret 1942, petinggi Hindia Belanda, yang militer maupun sipil, dipaksa datang sejak pagi ke lapangan Kalijati.
Ternyata, mereka dipaksa menunggu Imamura hingga berjam-jam. Imamura baru tiba nyaris pukul 18.00. Petinggi Hindia Belanda itu tidak diberi makan, sedang hujan deras sempat turun menggebu, membuat mereka tertekan fisik dan mental. Perut bernyanyi sedang nyali jadi ciut.
Imamura datang diiringi rentetan bunyi petasan yang ukurannya besar-besar. Petasan itu dipasang mengelilingi lapangan. Tidak jauh namun tidak terlihat. Di kesenyapan petang yang muram, suara petasan itu terdengar bagai bom yang menggelegar. Imamura tidak banyak bicara. Ia bertindak efektif.
"Bila Hindia Belanda tidak menyerah, kami tidak akan segan-segan membombardir Bandung," demikian gertak Imamura kepada Letjen Terporten yang menjadi wali Hindia Belanda.
Mendengar ledakan petasan saja, nyali Letjen Terporten yang kelaparan, sudah susut. Ditambah gertakan Imamura, ia benar-benar mengkerut bagai bank yang bangkrut. Esoknya, 9 Maret 1942, Lapangan Kalijati di Subang, Jawa Barat, menjadi saksi bahwa kapitulasi Hindia Belanda terhadap Jepang adalah dimulai perang mental.
Perang atau tanding, adalah urusan komprehensif seluruh ranah manusia, menyangkut wilayah kognitif (rasa), afektif (akal), psikomotorik (fleksibilitas tubuh), juga behavioristik (tabiat dan karakter). Fisik yang tangguh dan jumlah armada memang dibutuhkan.
Kemenangan Serbia atas Jerman, bermula dari selisih jumlah. Serangan Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, juga Portugal, menghadapi kebekuan berhadapan dengan bukan tim unggulan, bisa ditarik garis linier, adalah karena fisik para pemain yang kelewat dikuras dalam laga liga mereka yang begitu padat, belum lagi ditambah Piala Champions dan Euro.
Fisik dan jumlah memang yang utama dalam tiap laga, tapi bukan syarat mutlak untuk memenangkan pertaruhan. Tentara Iskandar Agung dari Yunani, jauh kalah jumlah dari tentara Darius dari Persia. Tapi dalam perang yang amat penting itu, Yunani melibas Persia. Akal Iskandar telah bekerja dengan efektif dan efisien. Taktik dan strategi yang dilancarkan, sudah tepat arah. Tarung yang sesungguhnya memang ada dalam diri, dalam akal dan kalbu. Berikutnya, fisik ikut bicara.
Begitupun, Nabi Muhammad mengeluarkan pernyataan kepada para sahabat usai Perang Badar, bahwa perang paling besar adalah melawan diri sendiri, yakni melawan nafsu dan kebodohan.
Dari sisi kecerdasan mental, spiritual, dan akal, para pemain Jepang memilikinya. Berhadapan dengan Belanda di Tanah Jawa, pada 1942, Jepang memenangkannya. Tetapi sekali lagi, permainan bola membutuhkan kecerdasan seluruh ranah, dan tak bisa ditawar-tawar lagi, bahwa psikomotorik dan behavioristik, juga harus paripurna.
Kekalahan Jepang dari Belanda di Sabtu malam, menegaskan bahwa secara psikomotorik dan behavioristik, pebola Jepang masih membutuhkan waktu dan jam terbang. Kapitulasi yang kedua, belum bisa ditandatangani oleh bangsa Bataveen di hadapan Kaum Jipun.
Kemenangan Brasil hingga lima kali jadi Juara Dunia, juga menjadi pembuktian, betapa secara psikomotorik, para pebola dari Tanah Samba itu amat unggul, dan keunggulan itu lahir dari behavioristik yang konsisten. Adalah di Brasil, tiap hari anak-anak bermain bola, di lapangan sekolah atau di tepi pantai.
Tetapi pada kesempatan ini, pentas belum berakhir, masih terbuka kesempatan untuk Jepang lolos ke babak berikutnya. Secara kalkulasi matematis, Jepang tumbang dari Belanda hanya satu gol, dan Denmark yang akan dihadapi Jepang, bobol dua gol. Secara matematis, Negeri Matahari harus terbit untuk melumat Denmark.
Ditinjau dari sisi inspirasi, juga bukan sesuatu yang mustahil bila Jepang mampu lolos ke babak berikutnya. Para pebola Jepang yang sekarang merumput, adalah anak-anak sekolah dasar yang pastinya menonton manga atau anime Kapten Tsubasa Ozora, yang melanglang buana ke Brasil, lalu melumat Eropa, dan kelak jadi juara.
*** Tulisan ini dikerjakan saat belanda mengalahkan Jepang dengan kedudukan 1-0.
(jurnal nasional, Sun 20 Jun 2010) http://www.jurnalnasional.com/show/newspaper?rubrik=Top%20Soccer&berita=134864&pagecomment=1
No comments:
Post a Comment