Teks Doddi Ahmad Fauji
Mengumpan bola pada posisi yang sulit, namun hasilnya akurat dan di luar dugaan, lalu bola itu dieksekusi oleh yang diberi umpan hingga tercipta gol, memiliki nilai yang sama atau bahkan lebih dengan peristiwa mencetak gol itu sendiri. Umpan matang yang diberikan Bastian Schweinsteiger, jelas lebih bernilai dibandingkan eksekusi yang dilakukan Arne Friedrich saat menciptakan gol ketiga bagi Jerman. Gol ketiga, membuat pebola Argentina jadi frustrasi. Arne Friedrifh memang yang mencetak gol, bahkan Klose mencetak dua gol pada laga perempat final itu, tetapi presenter RCTI menilai, Man of the match malam itu adalah Schweinsteiger.
Sungguh tepat bila Schweinsteiger dinobatkan sebagai pemain terbaik malam itu, sebab ia berkali-kali memompa tenaga para striker Der Panzer melalui umpan-umpan yang menukik. Gol ketiga, tercipta setelah Schweinsteiger beraksi dengan susah-payah melewati Angel Di Maria dan Javier Pastore, lalu menyodorkan umpan yang akurat. Bila gol tidak tercipta, maka Arne Friedrich yang tinggal menendang bola bahkan bisa dilakukan sambil merem itu, akan dicap kelewat bodoh.
Memberikan umpan yang akurat itulah kelebihan lain dari Maradona. Juga karena umpan-umpannya yang akurat itulah kiranya David Beckham pernah menjadi pemain termahal dunia. Zinedine Zidane disebut pemain jenius, bukan saja karena kemampuannya memainkan dan menggojek bola, tetapi pada cara ia bertaktik untuk menciptakan tendangan-tendangan yang sangat akurat. Roberto Baggio, juga dikenal sebagai orang yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam mengeksekusi maupun mengumpan.
Dalam soal akurasi ini, kiranya kita juga bisa becermin dari tim-tim dari Afrika. Sebutlah kesebalasan Ghana yang berhasil melaju hingga perempat final. Kekalahan mereka, lebih bersumber pada dua soal. Pertama, dan ini umumnya menjadi penyakit dari para pemain kelas medioker, mereka terlalu banyak melakukan show up dalam men-dribble atau menggocek lawan. Kedua, saat melakukan long shoot ke gawang lawan, atau memberikan umpan kepada teman, nampak tidak akurat. Bahkan sebelum mengumpan, mereka terlalu lama berpikir. Terlihat bola seperti hendak diumpan, ternyata kembali digiring sendirian.
Tembakan jarak jauh yang tidak akurat, tidak membawa dampak apa-apa, karena bola melesat jauh dari gawang. Sedangkan umpan yang tidak akurat, terlihat sangat merepotkan teman yang diberi umpan. Umpan yang tidak akurat itu juga diberikan, nampak tidak ikhlas, jadi lebih bersifat hendak menyelamatkan bola dari perebutan oleh lawan ketimbang sebagai upaya untuk memperlancar laju serangan yang sedang dibangun. Betapa terlihat para pebola Ghana itu, akan menggiring bola sendirian semampu ia lakukan. Bila sudah tidak mampu, baru diberikan kepada kawan, tak peduli kawan itu sedang dijaga oleh lawan atau sedang sendirian. Moral dari cara mengumpan seperti itu adalah, bahwa pertandingan yang sedang digelar merupakan show up dari egoisme, sementara bola merupakan permainan centrifugal di mana tiap individu harus melebur secara ikhlas ke dalam kesebelasan, sehingga tercipta ensembel energy (tenaga kolektif).
Dalam soal umpan-umpan akurat inilah Tim Samba sering disebut sebagai kesebelasan dengan julukan ”Jogo Bonito” (permainan indah). Setidaknya pada 1994, Brazil masih memperlihatkan sepak bola indah karena umpan-umpan pendek yang akurat. Juga Argentina, disebut Tim Tango karena memperagakan umpan-umpan pendek yang unik lagi akurat. Tetapi baik Brasil maupun Argentina, ini kali telah keluar dari format baku yang biasa mereka mainkan. Kedua kesebelasan itu, untuk sebuah pelajaram, menjadi pantas untuk tersungkur di perempat final, sekaligus untuk mengingatkan, bahwa bola bukan hanya game, tetapi juga harus benar-benar menjadi tontonan yang menghibur dan tuntunan yang mendidik. Bola harus berkontribusi pada prinsip atletik, yakni mens sana in corpore sano (jiwa yang kuat bersumber dari badan yang sehat).
Tindakan ”akurat” atau diksi padanannya ”presisi”, adalah prestasi yang mahal. Mereka yang memiliki akurasi, di bidang apapun, adalah mereka yang selalu terpilih atau malah menjadi yang terbaik. Para sniper dipilih karena mampu membidik sasaran dengan tepat. Para pelukis realis jaman romantik, termasyhur hingga kini, karena fotorealistik yang mereka besut, memiliki tingkat presisi (persis) yang tinggi, bahkan lebih hidup dari selembar foto.
Sebelum tulisan ini, saya pernah menyampaikan argumentasi, bahwa para pemenang adalah mereka yang bermain lebih efektif (http://www.jurnalnasional.com/show/arsip?berita=136264&pagecomment=1&date=2010-7-3). Bila sama-sama efektif, mereka yang akan lolos adalah yang bermain efisiens (http://www.jurnalnasional.com/show/arsip?berita=136404&pagecomment=1&date=2010-7-5). Bila sudah sama-sama efektif dan efiseien, tinggal satu langkah lagi: akurasi.
-------------------------------------------
pertama dimuat di jurnal nasional http://www.jurnalnasional.com/show/arsip?berita=136660&pagecomment=1&date=2010-7-7 dan di jurnal bogor pada 7 juli 2010.
Mengumpan bola pada posisi yang sulit, namun hasilnya akurat dan di luar dugaan, lalu bola itu dieksekusi oleh yang diberi umpan hingga tercipta gol, memiliki nilai yang sama atau bahkan lebih dengan peristiwa mencetak gol itu sendiri. Umpan matang yang diberikan Bastian Schweinsteiger, jelas lebih bernilai dibandingkan eksekusi yang dilakukan Arne Friedrich saat menciptakan gol ketiga bagi Jerman. Gol ketiga, membuat pebola Argentina jadi frustrasi. Arne Friedrifh memang yang mencetak gol, bahkan Klose mencetak dua gol pada laga perempat final itu, tetapi presenter RCTI menilai, Man of the match malam itu adalah Schweinsteiger.
Sungguh tepat bila Schweinsteiger dinobatkan sebagai pemain terbaik malam itu, sebab ia berkali-kali memompa tenaga para striker Der Panzer melalui umpan-umpan yang menukik. Gol ketiga, tercipta setelah Schweinsteiger beraksi dengan susah-payah melewati Angel Di Maria dan Javier Pastore, lalu menyodorkan umpan yang akurat. Bila gol tidak tercipta, maka Arne Friedrich yang tinggal menendang bola bahkan bisa dilakukan sambil merem itu, akan dicap kelewat bodoh.
Memberikan umpan yang akurat itulah kelebihan lain dari Maradona. Juga karena umpan-umpannya yang akurat itulah kiranya David Beckham pernah menjadi pemain termahal dunia. Zinedine Zidane disebut pemain jenius, bukan saja karena kemampuannya memainkan dan menggojek bola, tetapi pada cara ia bertaktik untuk menciptakan tendangan-tendangan yang sangat akurat. Roberto Baggio, juga dikenal sebagai orang yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam mengeksekusi maupun mengumpan.
Dalam soal akurasi ini, kiranya kita juga bisa becermin dari tim-tim dari Afrika. Sebutlah kesebalasan Ghana yang berhasil melaju hingga perempat final. Kekalahan mereka, lebih bersumber pada dua soal. Pertama, dan ini umumnya menjadi penyakit dari para pemain kelas medioker, mereka terlalu banyak melakukan show up dalam men-dribble atau menggocek lawan. Kedua, saat melakukan long shoot ke gawang lawan, atau memberikan umpan kepada teman, nampak tidak akurat. Bahkan sebelum mengumpan, mereka terlalu lama berpikir. Terlihat bola seperti hendak diumpan, ternyata kembali digiring sendirian.
Tembakan jarak jauh yang tidak akurat, tidak membawa dampak apa-apa, karena bola melesat jauh dari gawang. Sedangkan umpan yang tidak akurat, terlihat sangat merepotkan teman yang diberi umpan. Umpan yang tidak akurat itu juga diberikan, nampak tidak ikhlas, jadi lebih bersifat hendak menyelamatkan bola dari perebutan oleh lawan ketimbang sebagai upaya untuk memperlancar laju serangan yang sedang dibangun. Betapa terlihat para pebola Ghana itu, akan menggiring bola sendirian semampu ia lakukan. Bila sudah tidak mampu, baru diberikan kepada kawan, tak peduli kawan itu sedang dijaga oleh lawan atau sedang sendirian. Moral dari cara mengumpan seperti itu adalah, bahwa pertandingan yang sedang digelar merupakan show up dari egoisme, sementara bola merupakan permainan centrifugal di mana tiap individu harus melebur secara ikhlas ke dalam kesebelasan, sehingga tercipta ensembel energy (tenaga kolektif).
Dalam soal umpan-umpan akurat inilah Tim Samba sering disebut sebagai kesebelasan dengan julukan ”Jogo Bonito” (permainan indah). Setidaknya pada 1994, Brazil masih memperlihatkan sepak bola indah karena umpan-umpan pendek yang akurat. Juga Argentina, disebut Tim Tango karena memperagakan umpan-umpan pendek yang unik lagi akurat. Tetapi baik Brasil maupun Argentina, ini kali telah keluar dari format baku yang biasa mereka mainkan. Kedua kesebelasan itu, untuk sebuah pelajaram, menjadi pantas untuk tersungkur di perempat final, sekaligus untuk mengingatkan, bahwa bola bukan hanya game, tetapi juga harus benar-benar menjadi tontonan yang menghibur dan tuntunan yang mendidik. Bola harus berkontribusi pada prinsip atletik, yakni mens sana in corpore sano (jiwa yang kuat bersumber dari badan yang sehat).
Tindakan ”akurat” atau diksi padanannya ”presisi”, adalah prestasi yang mahal. Mereka yang memiliki akurasi, di bidang apapun, adalah mereka yang selalu terpilih atau malah menjadi yang terbaik. Para sniper dipilih karena mampu membidik sasaran dengan tepat. Para pelukis realis jaman romantik, termasyhur hingga kini, karena fotorealistik yang mereka besut, memiliki tingkat presisi (persis) yang tinggi, bahkan lebih hidup dari selembar foto.
Sebelum tulisan ini, saya pernah menyampaikan argumentasi, bahwa para pemenang adalah mereka yang bermain lebih efektif (http://www.jurnalnasional.com/show/arsip?berita=136264&pagecomment=1&date=2010-7-3). Bila sama-sama efektif, mereka yang akan lolos adalah yang bermain efisiens (http://www.jurnalnasional.com/show/arsip?berita=136404&pagecomment=1&date=2010-7-5). Bila sudah sama-sama efektif dan efiseien, tinggal satu langkah lagi: akurasi.
-------------------------------------------
pertama dimuat di jurnal nasional http://www.jurnalnasional.com/show/arsip?berita=136660&pagecomment=1&date=2010-7-7 dan di jurnal bogor pada 7 juli 2010.
apa tuh
ReplyDeleteitu analisis sepakbola dengan pendekatan interkoneksi, makanya dimuatkan di rubrik sepak sana sepak sini
ReplyDelete