Saturday, September 24, 2011

Tegar Menghadapi Getir

Teks Doddi Ahmd Fauji

Awal dan akhir babak final Piala Dunia 1990, bagi Argentina, ditandai dengan kegetiran. Tanding perdana, tim Albiceleste itu kalah 0-1 dari Kamerun. Getir memang, juara bertahan jadi pecundang melawan pendatang baru yang tidak diunggulkan. Lalu tanding terakhir di final, juga kalah 0-1 atas Jerman Barat. Juga getir tentunya, setelah dua pemain diusir wasit karena kartu merah, kemudian dihukum dengan tendangan penalti. Maradona yang empat tahun silam menangis kemenangan, kala itu tampak menitikkan air mata kekalahan.

Bola bisa berlaku seperti sandiwara. Bola bisa melambungkan seseorang jadi bintang, ketika mereka benar-benar berprestasi, tapi juga bisa mengempaskan seseorang hingga mengecap getir yang kelewat pahit. Pemain Kolombia Andreas Escobar mencetak gol bunuh diri sewaktu melawan Amerika Serikat pada 1994. Pulang dari sana, 12 butir peluru mengantarkan tubuhnya ke liang lahat, selang 10 hari dari pertandingan. Ia ditembak pembunuh sewaan bandar judi yang kalah bertaruh.

Bola pada akhirnya menjadi miniatur dari kehidupan. Sastrawan Jerman termasyhur Wolfgang von Goethe mengatakan: hidup adalah peperangan. Adapun diktum dari perang, selalu melahirkan korban. Tanyakan kepada Roberto Baggio yang mengeksekusi penalti saat melawan Brasil di final Piala Dunia 1994, seperti apa rasanya gagal? Baggio menunduk lesu, susah bangkit. Perasaan Baggio kala itu, akan dirasakan sama oleh bek kanan tim nasional Jepang Yuichi Komano yang gagal melesakkan si bundar ke gawang Paraguay.

Para biggot (pengagum fanatik) tidak ingin tahu mengapa kegagalan itu mesti terjadi. Kiranya, dalam soal tidak mau tahu itulah, kekejaman dalam bola bisa sebengis kebrutalan dalam perang. Komano jelas tidak akan bisa tidur tenang. Kegagalannya yang disaksikan dua miliar penduduk dunia itu, akan terbawa-bawa ke dalam tidur, dan menjadi mimpi buruk yang mengganggu. Benar bahwa pemuda 28 tahun itu pernah mengalami patah tulang kaki kiri saat melawan Ghana di Olimpiade, dan mengalami gangguan trombosit hingga harus dirawat sampai April 2004. Benar pula ia pernah didera penyakit Uveitis yang membuatnya nyaris buta. Tapi kegagalannya mencetak penalti bersifat unforgotten.

Betapa banyak pemain-pemain bola yang cemerlang, tapi harus mengecap getir yang kelewat pahit, bahkan ada yang bersimpuh dan menangis tersedu-sedu di hadapan ibunya. Romario dari Brasil adalah contoh betapa ia harus menangis di pangkuan ibunya untuk melepaskan kepedihan tetkala ia tidak masuk timnas Brasil untuk Piala Dunia1998. Zinedine Zidane jelas terluka ketika kartu merah dialamatkan kepadanya, di laga terakhir Prancis lawan Italia di Piala Dunia 2006, justru di saat pertandingan teramat sangat membutuhkan kehadiran dan kontribusinya.

Psikolog atau motivator sangat dibutukan dalam bola, untuk menemani mereka yang terluka, untuk menghibur mereka yang tersungkur. Orang-orang yang berjiwa besar, yang bisa memahami apa artinya kalah, juga dibutuhkannya. Pada posisi seperti inilah, Juergen Klisman akan dikenang oleh para pesepak bola Jerman, sebagai pelatih yang berjiwa besar, karena ia bisa menyodorkan kata-kata yang tepat ketika skuadnya tertumbuk. Juga tentu saja Komano akan berterima kasih kepada Takeshi Okada, pelatih timnas "Samurai Biru" yang tidak menyalahkan siapa-siapa karena kegagalan itu.

Okada berujar, "Kekalahan ini tanggung jawab saya. Kami (Jepang) tidak terlalu memaksakan permainan. Ketika saya melihat ke belakang, apa yang saya lakukan untuk pemain dan apa yang saya lakukan sebagai pelatih kepala, membuat saya menyadari bahwa saya tidak bisa lebih detail lagi. Saya harusnya lebih fokus untuk menang," kata Okada seperti dikutip ESPN.

Mengapa bangsa Jepang maju setelah menderita kekalahan pada Perang Dunia II, salah satu kuncinya terdapat pada kata: tanggung jawab. Adalah bangsa Jepang yang masih mempraktikan harakiri (bunuh diri) ketika terjadi kekalahan atau kesalahan. Di negeri ini, sikap tanggung jawab itu masih jauh panggang dari api. Bahkan di negeri ini, orang yang sudah jelas-jelas berumah di tahanan, masih saja sesumbar bahwa ia akan membela PSSI habis-habisan. Namun ketika fakta-fakta dan data yang menjadi kekalahan atau kesalahan ditunjukkan kepadanya, segeralah ia berlaku lempar batu sembunyi tangan.

Maka di negeri ini, tidak perlu heran bila banyak perusahaan yang sulit maju, malah mendekati pailit, sebab sangat sulit dicari orang-orang yang siap bertanggung jawab. Seperti apa sebenarnya yang dimaksud dengan tanggung jawab?

Tanggung jawab ialah menjadi pelaksana, atau setidaknya memimpin pelaksanaan dari gagasan yang disodorkannya. Tanggung jawab bukan sekadar berani mengajukan usul, tapi berani melaksanakan usul yang diajukannya. Tanggung jawab ialah melaksanakan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Tanggung jawab bukanlah suatu perbuatan siap menjawab, tapi biarkan orang lain yang menanggung bila terjadi kesalahan. Tanggung jawab ialah mencari dan melaksanakan solusi atas setiap masalah.

--------------------------------------
pertama dipublikasikan di Jurnal Nasional, 1 Juli 2010: http://www.jurnalnasional.com/show/newspaper?rubrik=Top%20Soccer&berita=136041&pagecomment=1

No comments:

Post a Comment

tulisan yang nyambung