Prestasi PSSI jeblok terus, mendorong ide untuk melakukan naturalisasi pemain sepakbola warga negara asing menjadi warga negara Indonesia. Apakah ini akan meretaskan prestsi PSSI? Tentu saja, tapi kiranya tidak banyak-anyak amat perbaikan hasil naturalisasi itu.
Naturalisasi tentu bukan perkara baru demi sepakbola. Ferenc Puskas misalnya, tercatat pernah bermain untuk dua tim nasional. Pada awal 1950-an, ia menjadi kapten sekaligus bintang Hongaria. Saat itu Hongaria dijuluki Tim Ajaib, karena selain berhasil melumat Inggirs 6-3 dalam permainan persahabatan, juga Setahun setelah sukses di Wembley, Hongaria nyaris menjadi juara dunia 1954. Meskipun sudah unggul 2-0, mereka akhirnya harus mengakui keunggulan Jerman Barat dalam partai final.
Revolusi kemudian melanda Hongaria pada 1956. Kala itu Puskas se di luar negeri, memutuskannya untuk tidak pulang ke negaranya. Dia lalu bermain untuk Real Madrid. Dia kemudian menjadi warga negara Spanyol, dan bermain untuk negeri itu pada Piala Dunia 1962 di Cile. Sayang era keemasnya sudah lewat.
Naturalisasi yang sudah digembr-gemborkan sejak lama itu, akhirnya pada 10 Oktober 2011 dilaksanakan untuk lima pemain, yakni tiga orang asal Belanda: Tonnie Cusell, Stefano Lilipaly, Johny Rudolf van Beukering. Dan dua asalNigeria, yaitu Greg Nwokolo (bermain untuk Persija Jakarta) dan Victor Chuckwuekezie Igbonefo (Persipura Jayapura). Satu orang lagi yang tertunda di naturalisasi adalah Sergio van Dijk (Belanda). Ia masih di Australia untuk menyelesaika sebuah turnamen yang memang sudah direncanakan jauh-jauh hari.
Menanggapi naturalisasi pemain asing itu, mantan pemain nasional Bambang Nurdiansyah mengtakan, untuk sekarang-sekarang ini, mengingat prestasi PSSI jeblok, naturalisasi bisa diterima. Tapi tidak bisa terus-terusan dilakukan. Pembinaan pemain lokal harus lebih digencarkan.
Kiranya pendapat Bambang itu benar. Malah saya ingin menambahkan, naturalisasi itu seharusnya mendahulukan untuk pengurus PSSI. Pengurus PSSI perlu direvolusionerisasi. "Lelucon" para pengurus PSSI hingga sekarang, bagaimanapun berimbas pada kinerja Skuad Garuda. Tindak-tanduk parapengurus terlalu banyak yang bersifat politis sehingga rumah tangga PSSI menjadi keruh dan penuh intrik.
Naturalisasi tentu bukan perkara baru demi sepakbola. Ferenc Puskas misalnya, tercatat pernah bermain untuk dua tim nasional. Pada awal 1950-an, ia menjadi kapten sekaligus bintang Hongaria. Saat itu Hongaria dijuluki Tim Ajaib, karena selain berhasil melumat Inggirs 6-3 dalam permainan persahabatan, juga Setahun setelah sukses di Wembley, Hongaria nyaris menjadi juara dunia 1954. Meskipun sudah unggul 2-0, mereka akhirnya harus mengakui keunggulan Jerman Barat dalam partai final.
Revolusi kemudian melanda Hongaria pada 1956. Kala itu Puskas se di luar negeri, memutuskannya untuk tidak pulang ke negaranya. Dia lalu bermain untuk Real Madrid. Dia kemudian menjadi warga negara Spanyol, dan bermain untuk negeri itu pada Piala Dunia 1962 di Cile. Sayang era keemasnya sudah lewat.
Naturalisasi yang sudah digembr-gemborkan sejak lama itu, akhirnya pada 10 Oktober 2011 dilaksanakan untuk lima pemain, yakni tiga orang asal Belanda: Tonnie Cusell, Stefano Lilipaly, Johny Rudolf van Beukering. Dan dua asalNigeria, yaitu Greg Nwokolo (bermain untuk Persija Jakarta) dan Victor Chuckwuekezie Igbonefo (Persipura Jayapura). Satu orang lagi yang tertunda di naturalisasi adalah Sergio van Dijk (Belanda). Ia masih di Australia untuk menyelesaika sebuah turnamen yang memang sudah direncanakan jauh-jauh hari.
Menanggapi naturalisasi pemain asing itu, mantan pemain nasional Bambang Nurdiansyah mengtakan, untuk sekarang-sekarang ini, mengingat prestasi PSSI jeblok, naturalisasi bisa diterima. Tapi tidak bisa terus-terusan dilakukan. Pembinaan pemain lokal harus lebih digencarkan.
Kiranya pendapat Bambang itu benar. Malah saya ingin menambahkan, naturalisasi itu seharusnya mendahulukan untuk pengurus PSSI. Pengurus PSSI perlu direvolusionerisasi. "Lelucon" para pengurus PSSI hingga sekarang, bagaimanapun berimbas pada kinerja Skuad Garuda. Tindak-tanduk parapengurus terlalu banyak yang bersifat politis sehingga rumah tangga PSSI menjadi keruh dan penuh intrik.
No comments:
Post a Comment